Sabtu, 29 April 2017

Ampalasa Nenek Moyangku

Berlayar menuju samudra pasifik mengarungi lautan luas dengan ombak yang sangat ganas, ayah saya ditugaskan oleh negara mengambil kapal perang tipe penyapu ranjau USS Hummingbird AMS-192 untuk memperkuat barisan pertahanan Kapal Republik Indonesia (KRI). Dari United State Of America, ayah saya berhasil membawa USS Hummingbird AMS-192 dengan selamat bersama para awaknya ke negara tercinta Indonesia dan USS Hummingbird AMS-192 di Indonesia berganti nama menjadi KRI Pulau Ampalasa ("Impalasa" wikipedia) dengan nomor lambung 720 di era 1970an.


Ayah bercerita tentang pengalamannya membawa KRI Pulau Ampalasa, rasanya ingin tertawa saya mendengarnya. Ketika itu ayah beserta krunya mampir ke sebuah restoran di florida, setelah pesan makan krunya ingin buah anggur yang terpajang di jendela restoran, diambilkan oleh sang pelayan. Lalu ayah terdiam sambil menahan tawa, dipetiknya anggur tersebut oleh mereka dan ternyata itu buah replikasi terbuat dari plastik. Ketika usai makan, krunya ada yang merasa ingin buang air besar ke toilet. Dilihat oleh ayah ternyata tidak ada satupun kaki yang terlihat dari celah pintu toilet, ayah berpikir kemana perginya krunya, ternyata setelah pintu toilet terbuka barulah ayah tertawa. Mereka ada di toilet karena ternyata buang air besar dengan posisi jongkok mengangkat kaki ditepian sanitari. Ayah memakluminya, kalau di Indonesia model WC masih jongkok dan disitu model WC duduk, pantas kakinya tidak terlihat.

Pada waktu pesiar, ayah menyempatkan jalan-jalan di daerah Brooklyn, New York, yang terkenal dengan tingkat kriminal yang tinggi yang juga merupakan daerah kumuh. Ketika ayah mendapati beberapa penjambret yang mengambil paksa tas seorang wanita tua, ayah mengejarnya dan mengambil pistol lalu melepaskan tembakan ke udara. Para penjambret berhenti dan tertangkap di antara para kerumunan orang lalu lalang dan menjadi urusan pihak NYPD. Setelah itu ayah berpikir sewaktu melepas tembakan ke udara dengan spontan, gedung atau apartemen disitu tergolong tinggi, ayah justru melihat ke atas kuatir kalau ada yang terkena tembakannya, karena maklum di Indonesia bangunan atau gedung belum setinggi itu.

Ketika membawa KRI Pulau Ampalasa ayah mampir ke negara Jepang, di Tokyo, ayah dan krunya pesiar, ayah menghentikan taksi, sopir taksi itu sepertinya tahu gaya bahasa ayah dan krunya, dia yakin itu orang Indonesia, ternyata dia langsung menanggapi bukan dengan bahasa Indonesia tetapi dengan bahasa Jawa, "arep nyang ngendi" oalah... ternyata si sopir taksi itu mantan kempetai yang pernah dikirim dan lama tinggal di tanah jawa.

Bagaimanapun menempuh perjalanan panjang, di samudra asia pasifik, melewati selat bermuda dengan ombak dan pusaran mematikan, merupakan tugas mulia seorang pelaut mengemban amanah bangsa Indonesia. Bagi saya, ayah merupakan navigator handal milik putra bangsa Indonesia, seorang pelaut yang telah menjadi komandan beberapa kapal perang Republik Indonesia dan berjuang demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan penghargaan bintang jasa dan satya lencana yang telah dimilikinya. Di masa pensiunnya masih sempat mengajar pada kelas navigasi di Universitas ternama di Surabaya. Sekarang ayah tinggal menikmati masa tuanya bersama ibunda tercinta.

Suatu ketika saya sempat menanyakan tentang mitos ular naga kepada ayah. Tatapannya yang tajam dengan senyum kecil, seperti berpikir yang cukup dalam, dia hanya mengatakan, "ketika malam di anjungan, ayah melihat sesuatu lekukan-lekukan yang bergerigi melewati samping kapal, semua itu serahkan kepada kekuasaan Allah", cuma itu jawabnya. Sebuah rahasia hanya seorang pelaut yang tahu. Tulisan ini saya suguhkan kepada para pembaca untuk memotivasi rasa nasionalisme, cinta akan negeri yang indah ini, Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia ke-69, 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2014, Merdeka!!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar